googleb5361253a00a2be6.html

Kekeliruan Penghulu Dalam Menikahkan

Dalam sebuah pernikahan, tidak jarang kita menemui seorang wali, wakil wali atau pengantin pria keliru dalam mengucapkan sighat ijab kabul, sehingga seringkali “dipaksa” hadirin untuk diulang ijab kabulnya. Sebenarnya ada beberapa toleransi kekeliruan yang tidak mempengaruhi keabsahan sebuah akad. Salah satu contohnya adalah kekeliruan penghulu atau orang yang mendapat wakalah menikahkan, menyebutkan nama wali, seperti Fatimah binti Utsman diucapkan Fatimah binti Umar, maka pernikahan itu hukumnya tetap sah apabila pada waktu akad tadi wali atau penghulu memberi isyarat kepada calon isteri atau wali atau penghulu menyengaja terhadap calon isteri yang dimaksud seperti kata ya muhammad hadza (wahai muhammad ini/yang ada dihadapanku) meski ternyata namanya abdullah misalnya, ijab kabul tetap sah karena ada penyebutan hadza/orang ini atau diniatkan orang yang ada dihadapannya. ketentuan ini sesuai dengan paparan dalam kitab  Bughyatul Mustarsyidin halaman 200

(مَسْئَلَة ش) غَيَّرَتْ إِسْمَهَا وَنَسَبَهَا عِنْدَ إِسْتِئْذَانِهِاَ فِى النِّكَاحِ وَزَوَّجَهَا القَاضِىبِذَلِكَ الإِسْمِ ثُمَّ ظَهَرَ أَنَّ إِسْمَهَا وَنَسَبَهَا غَيْرُ مَا ذَكَرْتَهُ فَإِنْ أَشَارَ إِلَيهَا حَالَ العَقْدِ بِأَنْ قَالَ زَوَّجْتُكَ هَذِهِ أَوْ نَوَيَاهَا بِهِ صَحَّ النِّكَاحُ سَوَاءٌ كَانَ تَغْيِيْرُ الإسْمِ عَمْدًا اوسَهْوًا مِنْهُ أَوْمِنْهَا إِذِ المَدَارُ عَلَى قَصْدِ الوَالى وَلَو قَاضِيًا وَالزَّوجُ كَمَا قَالَ زَوَّجْتُكَ هِنْدًا وَنَوَيَا دَعْدًا عَمَلاً بِنِيَّتِهَا

(masalah sy) seorang perempuan mengganti namanya atau nasabnya ketika meminta izin dalam pernikahan dan hakim menikahkannya dengan nama itu ternyata nama dan nasabnya itu bukan nama atau nasab yang disebutkan. Bila akad itu diisyaratkan kepadanya dengan gambaran hakim berkata saya nikahkan engkau dengan orang ini, atau meniatkan kepada sang pengantin putri ketika menyatakan nama yang keliru itu, maka pernikahannya tetap sah, baik perubahan nama itu disengaja atau karena lupa nasab dan namanya, karena acuan hukum yang digunakan adalah penyengajaan wali, meski wali hakim dan penyengajaan suami, sebagaimana perkataan wali saya nikahkan kamu dengan hindun dan meniatkan dakdan, hal ini juga berdasar niat pengantin perempuan.